Renungan, Hargailah Rezeki Yang Kita Peroleh
Pulang kampung kali ini aku menyempatkan diri ke kawasan kota Tua. Ingin merasakan suasana nongkrong bersama para penjual kaki lima, pengamen dan juga para penyewa sepeda Tua.
Suasana kota tua ramai, tapi ada pemandangan lain yang cukup berbeda pada kunjungan sekitar 3-4 tahun yang lalu, kali ini lebih banyak sepeda-sepeda. Kulangkahkan kaki ini ke salah satu bapak yang sedang membetulkan sepeda tua, dan mulai mengajaknya ngobrol, pak sudah lama disini, jawabnya “yah sudah sejak tahun 1970, dulu saya ojek sepeda, sekarang saya menyewakan sepeda”. Sekarang lebih rapi yah pak, bapak itu melanjutkan setelah ditangani museum wayang, kawasan kota tua ini cukup rapi, dan banyak kunjungan-kunjungan turis asing dan juga kunjungan anak2 sekolah.
Memang kawasan ini terasa menjadi lokasi tourisme yang masih menyimpan keaslian bangunan-bangunan ini, walau memang sudah berubah fungsi, banyak bangunan ini jadi tempat shooting film dan pemotretan, karena kesan tuanya dan juga kesan seram dan angkernya.
Perut terasa lapar, dan aku muali mencari makanan yang bisa aku nikmati disini, banyak pilihan, tapi pilihan pertamaku jatuh ke batagor, sepiring batogor 7000 rupiah habis aku lahap, ditemani sebotol teh botol sosro. Saat sedang meminum teh botol itu pandanganku langsung tertuju kepada sepasang pemulung. Cukup kaget karena aku melihat adegan ini lagi, dan kali ini di Jakarta, pertama kali aku melihat seperti ini di China. Si bapak itu mengais tong sampah dan mendapati kaleng minuman, kemudian diminumnya sisa minuman itu, dan diberikan kepada istrinya juga.
Aku duduk di bawah pepohonan sambil mengamati kedua pemulung ini. mereka selalu mencari botol botol bekas minuman, mereka tidak meminta uang kepada para pengunjung kota tua, hanya mencari sisa-sisa botol minuman yang dibuang di tong sampah, atau yang dibuang sembarangan.
Tanpa terduga mereka datang dan mendekatiku, dan hendak duduk disampingku tapi mereka ragu-ragu, karena juga banyak orang yang duduk disitu, melihat itu aku bilang yah duduk disini aja, sesaat mereka duduk di sampingku, bapak-bapak berbaju batik rapi dan ibu-ibu langsung berdiri meninggalkan kami, tinggalah aku dengan kedua pemulung itu, aku tahu para mata sudah tertuju ke arah kami. Karena memang si bapak pemulung ini berbau tak sedap, karena memang dia mengais2 tempat sampah dan juga terjun ke dalam genangan air kotor untuk mengumpulkan botol plastik dan kaleng-kaleng minuman.
Kuperhatikan bapak ini, bajunya memang lusuh, dan sandalnya juga berbeda warna, aku menduga ini juga hasil dari temuannya. Hanya topinya saja yang keliatan bagus. “Dari pagi pak?” aku mulai mengajaknya berbicara. “yah pak harus dari pagi ngumpulin ini, juga harus adu cepat dengan pemulung lain” jawabnya.
“Terus dapat berapa pak nantinya dari botol-botol ini”, Keingintahuanku mulai mengalir. “Satu kilo dihargai 500 rupiah” Sambil diperlihatkan kepadaku hasilnya siang itu.
Tiba-tiba dia berlari, kea rah monument di tengah kota tua itu, karena dia melihat seorang pengunjung membuang botol plastik ke dalam monument yang tergenang air.
Aku pun mengikutinya dan melihat keadaan ini, kesanku sungguh ironis keadaan ini. Satu kilo botol plastik dihargai 500 rupiah. Kata-kata itu masih terngiang, banyak yang bilang kalau uang 500 rupiah tidak ada artinya lagi, tapi dihadapanku, ada sepasang pemulung yang berusaha mencari 500 rupiah ini dengan susah payah.
Kehadiaran mereka mungkin menjadi pemandangan tersendiri bagi yang memperhatikannya, dan tanpa disadari mereka, mereka juga membersihkan kota tua ini dari sampah yang dibuang sembarangan oleh orang berpindidikan yang belum bisa menerapkan didikannya itu dalam kehidupan mereka.
Tidak mudah memang kehidupan yang mereka hadapi di Jakarta, banyak yang menyalahkan kenapa datang ke Jakarta, banyak yang menyalahkan kenapa tidak sekolah dengan baik, banyak komentar lainnya yang bilang kurang berusaha. Mungkin otak ini sudah penuh dengan kata-kata menggurui, tapi saat aku duduk bersama dan mengobrol bersama, disitu aku hanya merasakan perjuangan hidup mereka berat, mereka tidak menyerah akan hidup yang sedemikian berat. Dan tanpa terasa kisah kehidupan mereka lah yang membuatku mendapatkan pelajaran kehidupan. [kolomkita.detik.com]
No comments:
Post a Comment